Periode Waktu, Animisme dan Dinamisme

Periode Waktu, Animisme, dan Dinamisme


Kali ini kita akan membahas sesuatu yang mungkin kalian jarang dengar dari banyak bidang keilmuan. Siapkan diri kalian dan baca baik-baik tulisan ini.

Periode Waktu

Di dalam Rigveda, kita mengenal ada 4 sistem Zaman atau Yuga yang perputarannya seperti roda Dhamma dalam Buddhisme atau cakra milik Krishna. Zaman-zaman ini berputar terus sampai kehidupan di semesta berakhir dan kemudian memunculkan semesta baru lagi. 4 zaman itu adalah Satya Yuga, Tetra Yuga, Dvapara Yuga, dan Kali Yuga.

Sekarang kita loncat ke sistem prediksi waktu versi ilmuwan modern kita ketika mereka menemukan benda arkeologi. Sistem tersebut yang mungkin sering kita dengar saat kita belajar di bangku sekolah dulu dinamakan Periode Waktu Sejarah yang secara garis besar terbagi menjadi 5 yaitu Pre-history, Classical, Middle Ages, Early Modern dan Modern.

Meskipun saya tidak percaya sepenuhnya pada pembagian versi ilmuwan modern ini karena beberapa faktor, namun sistem inilah yang digunakan oleh ilmu pengetahuan kita saat ini. Pembagian ini atas dasar benda-benda atau alat teknologi yang digunakan untuk membantu manusia dalam berkembang, sistem masyarakat, jenis makanan yang di konsumsi, dsb.

5 Periode Waktu Sejarah

Pre-history (Zaman Batu, Zaman Perunggu, Zaman Besi)
Classical (Yunani, Roma, Persia, Bizantium)
Middle Ages (Awal, Tinggi dan Akhir)
Early Modern (Humanis Renaissance, Reformasi Protestan, Renaissance Eropa, Abad Pencerahan)
Modern (Revolusi Industri, Periode Revolusi, Imperialisme, Zaman Victoria, Revolusi Industri 2, Perang Dunia 1, Great Depression, Perang Dunia 2, dan Era Informasi).

Sejak 1945 hingga hari ini kita berada di Era Informasi.

Perubahan era atau zaman selalu terjadi di dalam peradaban manusia. Bahkan di beberapa tradisi kuno seperti dalam mitologi Atlantis, Suku Maya, dsb, selalu menyebutkan bahwa periode zaman itu berlangsung sebanyak 12 kali dalam 1 putaran roda. Dimana setiap 1 kali zaman akan berlangsung selama kurang lebih 2000 tahun.

12 zaman ini dinamai sesuai rasi bintang atau zodiak yang kita kenal. Ketika Vernal Equinox atau Titik Musim Semi Matahari di belahan Bumi Utara menghadap satu rasi bintang tertentu, maka kita dianggap akan memasuki zaman tersebut. 

Menurut pandangan Astrologi, kondisi sosial dan psikologi kita sebagai pengamat di Bumi ketika terjadi perubahan Astronomi di langit yang menyebabkan konsep Astrologi lahir. Jadi bukan rasi bintang yang mempengaruhi karakter manusia atau kondisi peradaban manusia di Bumi, tetapi pemahaman kita di Bumi saat rasi bintang itu tampak dari Bumi yang menyebabkan kita mengasumsikan terjadinya perubahan era. 

Sedangkan di dalam Buddhisme, zaman terbagi menjadi 4 periode satuan waktu yang dinamakan Kalpa. Seperti halnya menurut pandangan Hindu menamai sistem waktu yaitu Kalpa, hanya saja Buddhis memiliki beberapa perbedaan.

Satu periode semesta atau 1 Maha Kalpa terdiri dari:

1 Maha Kalpa terbagi menjadi 4 Kalpa Tengah
1 Kalpa Tengah terbagi menjadi menjadi 20 Kalpa Kecil
1 Kalpa Kecil terdiri dari 1000 Kalpa Regular

Dimana perhitungannya pun cukup kompleks yaitu:

1 Kalpa Regular terdiri dari 16 juta tahun
1 Kalpa Kecil terdiri dari 1000 Kalpa Regular atau 16 milyar tahun
1 Kalpa Tengah terdiri dari 20 ribu Kalpa Regular atau 320 milyar tahun
1 Kalpa Besar atau Maha Kalpa terdiri dari 80 ribu Kalpa Regular atau 1.28 triliyun tahun

Kalpa menurut Buddhis mengalami naik-turun seperti halnya gelombang longitudinal. Saat ini kita berada di Kalpa Turun dimana ciri khasnya adalah usia manusia semakin pendek, moralitas menurun, banyak tindak kejahatan dimana-mana.

Bila 4 Kalpa Tengah itu terdiri dari Fase Kekosongan, Fase Pembentukan, Fase Kediaman, dan Fase Kehancuran, maka periode waktu yang telah berlalu bagi kita atau ketika saya yang sedang menulis jurnal ini sudah memasuki Kalpa Kecil ke-11 di Fase Kediaman yaitu kira-kira 816 milyar tahun!

Jadi menurut Buddhis atau Hindhu, Bumi kita ini sudah cukup tua namun bukan artinya akan segera hancur atau kiamat. Masih ada 9 Kalpa Kecil lagi atau 9000 Kalpa Regular atau 144 milyar tahun ditambah 320 milyar tahun Fase Kehancuran. Bumi kita masih sehat dan akan terus mampu melewati segala rintangan kemanusiaan didalamnya!

Menyadari betapa singkatnya kehidupan manusia sekaligus kecilnya kita di alam semesta ini, segala pengetahuan yang kita miliki tak akan pernah menjadikan kita paling pintar. Manusia sejak dahulu kala hidup dalam pencarian dan senantiasa bertanya-tanya akan peran dan eksistensinya di dunia ini. Dalam kebutuhan dasar kita sebagai binatang atau Anima atau Makhluk yang Bergerak, manusia memiliki 3 kebutuhan yaitu Makan, Tempat Tinggal dan Reproduksi baik secara seksual (Meiosis) atau melalui meningkatkan kualitas reproduksi selnya sendiri (Mitosis).

Kebutuhan kita sebagai binatang ini atas dasar keinginan untuk mencari rasa aman dan nyaman akibat siklus kehidupan yang tanpa kita sadari memberikan kita informasi melalui DNA yang diturunkan oleh nenek moyang kita. Segala gejolak alam yang membuat kita harus mampu bertahan hidup dalam pencarian makan, tempat untuk tinggal dan reproduksi menyebabkan migrasi terus menerus sepanjang sejarah manusia.

Jadi kalau kita melihat konflik kemanusiaan saat ini, jangan khawatir berlebihan. Ini hanyalah satu dari sekian milyar konflik yang pernah kita lalui dan di masa depan kita akan menemukan konflik-konflik lainnya yang mungkin lebih parah atau tidak seberapa jika dibandingkan kita hari ini.

Kita tidak akan membahas lebih detail mengenai periode waktu, lamanya kita bertahan hidup di Bumi, atau kepastian mengenai sejarah manusia. Pembahasan itu sangat kompleks dan membutuhkan banyak referensi untuk dipelajari. Artikel ini hanya akan berbicara mengenai akibat dari pencarian rasa aman dan nyaman untuk pemenuhan Makan, Tempat Tinggal dan Reproduksi ini yang menjadikan manusia menciptakan pelindung dari rasa takutnya menghadapi roda kehidupan.

Animisme dan Dinamisme

Di Indonesia, kita diberitahu kalau nenek moyang kita adalah para penyembah berhala Animisme dan Dinamisme. Animisme maksudnya adalah kepercayaan kepada roh dan Dinamisme adalah kepercayaan mengenai kekuatan benda-benda mati yang diyakini memiliki roh. Memahami dua aspek ini, kita harus membuka pandangan baru dan sementara menaruh konsep yang sudah ditanamkan ke kepala kita sejak kecil.

Animisme berasal dari kata Anima atau Animal yang artinya Makhluk yang Bergerak. Orang dulu menganggap ada kekuatan tak kasat mata yang berkuasa dan punya andil dalam pembentukan semesta. Karena ketidakmampuan mata manusia untuk melihat sumber kekuatan ini, maka mereka menciptakan anggapan bahwasannya segala hal yang ada di dunia merupakan bagian kecil dari kekuatan yang dahsyat ini.

Sebagai contoh, kita tidak bisa melihat sosok yang berkuasa maka kita meyakini bahwa roh di dalam diri manusia adalah percikan kekuatan Adi Kuasa ini. Sebab manusia itu ibarat Bumi yang mengalami fase kelahiran-kematian, gejolak alam ibarat emosi manusia, dan berbagai aspek lainnya yang menyimpulkan bahwa manusia adalah mikro-kosmos dan Bumi adalah bagian dari makro-kosmos.

Bahasa mudah saat ini di Era Informasi adalah ketika kita berbicara melalui Sains. Hasil dari gesekan dua objek menghasilkan vibrasi atau yang kita kenal sebagai Hukum Polaritas. Suatu hal memiliki dua sifat seperti misalnya positif dan negatif di dalam atom. Vibrasi ini kemudian merubah caranya berekspresi menjadi Energi. Kekuatan Energi semesta yang menyebabkan orang dulu memahami sumber atau Vibrasi ini. Akibat dari daya Energi inilah maka kemudian Materi bisa bekerja.

Contoh: kita tidak memiliki kemampuan untuk melihat foton tetapi kita dengan jelas bisa merasakan sinar matahari yang dimana sinar matahari ini bisa dimanfaatkan untuk banyak pekerjaan fisik manusia. Mengamati proses fotosintesis membuat kita menyadari bahwa proses ilahi ini bisa dilihat secara nyata dalam pertumbuhan pohon.

Ketika kita melihat pohon, segala koneksi antara sesuatu yang tak kasat mata hingga hasil akhirnya yaitu buah yang memiliki biji untuk ditanam sebagai benih berikutnya dalam kehidupan adalah nyata. Makhluk yang bergerak atau Anima ini perlu pohon atau tanaman lainnya yang berfotosintesis (yang memenuhi pencerahan dan keduniawiannya sendiri) untuk menunjang lingkaran kehidupan. Artinya di dalam diri makhluk yang bergerak atau Anima ini ada percikan ilahi juga sebab sel-sel tubuh memerlukan nutrisi untuk hidup dari tanaman.

Lahirlah kepercayaan Dinamisme yang konsep dasarnya karena percaya Anima dan makhluk lainnya saling terkoneksi dari tanaman melalui proses makan. Jadi melihat kepercayaan Animisme dan Dinamisme tidak bisa dipisahkan tetapi keduanya satu kesatuan seperti koin dengan dua wajah.

Berbagai peristiwa berdarah seperti pengorbanan manusia atau penyembelihan hewan merupakan praktek Animisme yang didasari atas sumber energi yang mengalir di dalam darah bisa ditukarkan dengan sumber energi lainnya di Bumi.

Atau praktek ritual membangun tempat untuk memuja seperti goa, candi atau pohon keramat, ini atas dasar Dinamisme yang melihat bahwa simpanan energi pada batu atau kayu bisa ditukarkan dengan energi buruk manusia.

Fondasi Agama Selanjutnya

Animisme dan Dinamisme menjadi fondasi dasar dari bentuk-bentuk keyakinan manusia selanjutnya. Politeisme, Panteisme, Henoteisme, Dualism, Zoroastrianisme, dan Deisme.

Selama periode waktu yang sangat lama, manusia meyakini proses ini sebagai wujud pemahamannya pada semesta, kemudian gejolak alam terjadi. Tepatnya 74 ribu tahun lalu saat Gunung di Toba yang kita kenal sebagai Danau meletus menyebabkan katastrofi atau bencana yang mengakibatkan perubahan iklim, geografi bahkan sejarah peradaban manusia.

Saat muntahan lahar dan abu vulkanik dahsyat ini menutupi atmosfer dan matahari jadi tampak hilang dari bumi, manusia yang saat itu diperkirakan hanya berjumlah sekitar 100.000 jiwa (sisanya tewas akibat erupsi gunung) mulai berimigrasi mencari cahaya matahari. Pencarian mereka pada matahari melahirkan keyakinan bahwa sebagai sumber energi, matahari sangat diperlukan untuk pertumbuhan, proses makan, nutrisi, dsb.

Kalau sebelumnya atribut dewa dewi ada di dalam setiap bentuk alam seperti misalnya dewi air, dewi tanaman, dewa angin, semenjak bencana letusan gunung ini, orang-orang menganggap bahwa matahari adalah dewa tertinggi yang harus dipuja. Tanpa matahari, mereka mati dan tidak bisa berkembang.

Pemujaan terhadap matahari berlangsung selama ribuan tahun. Meskipun tidak selalu disebut sebagai Dewa Surya atau Ra, matahari selalu memainkan lakon dalam pemujaan manusia terhadap sosok tertinggi yang berada di langit. Selain matahari sebagai atribut tertinggi, mereka menganggap bahwa sosok-sosok bercahaya atau dewa-dewi yang ada di langit dapat menolong manusia di bumi. 

Pendapat Matias de Stefano

Matias de Stefano dalam tulisannya di YOSOY menjelaskan bahwa politeisme memanifestasikan sebagian besar aspek manusia, atau di alam, pada tumbuhan, mineral dan hewan, pada beberapa manusia, dalam unsur-unsur, dan dalam konstelasi dan planet. Ini adalah bagaimana dewa dan dewi muncul.

Dan, penting untuk mengenali visi yang jelas dari Akhenaten, yang menjelaskan perbedaan besar antara Aten dan Amun, yaitu cahaya tampak dan cahaya tak terlihat. Akhenaten adalah firaun Mesir Hulu dan Hilir sekitar 3.370 tahun yang lalu, ketika ibu kotanya berada di Luxor.

Budaya Mesir menganggap sebagai Dewa tertinggi Ra, cahaya itu sendiri, tetapi memiliki dua aspek: Aten (cahaya yang terlihat) dan Amun (cahaya yang tidak terlihat). Amun dianggap sebagai aspek spiritual dan nyata dari Semesta, dan oleh karena itu, semua kultus didedikasikan untuk atribut Ra ini.

Raja lahir bernama Nefr-Jeperu-Ra Amin-Hotep, artinya: “Indah semua manifestasi Ra, Amun puas”, tetapi pada tahun-tahun pemerintahannya, ia mengubah perspektifnya tentang realitas dan keyakinannya, menamai dirinya sendiri Akhen-Aton, yaitu: “Bermanfaat untuk Aten”.

Idenya sederhana: mengapa menghormati Tuhan yang tidak terlihat dan konseptual, jika manifestasinya terlihat? Pendekatannya hari ini dapat ditafsirkan dengan cara berikut: mengapa menghormati foton yang tidak dapat saya lihat, jika saya dapat menghormati sinar cahaya yang mereka buat dan yang dapat saya lihat?

Logika Akhenaten tersirat menghormati apa yang terlihat, alam, dan di dalamnya kita akan menemukan keilahian yang dimanifestasikan. Tetapi tidak hanya itu: gambar yang dikenakan Akhenaten pada sejarah adalah simbol yang diakui di zaman kuno: piringan matahari besar dari mana sinar cahaya muncul dengan tangan di ujungnya, memberkati kehidupan. Gambar ini meringkas sebagai berikut: semua dewa dan dewi yang Anda yakini tidak lebih dari sinar cahaya dari satu dewa, satu-satunya yang mungkin dari mana segala sesuatu muncul: Matahari.

Konsep ini melahirkan gagasan Tauhid.

Ide ini tidak menentang keberadaan dewa-dewi lain, melainkan mengakui mereka semua sebagai bagian dari satu kesatuan. Artinya kita dapat memahami pendekatan ini dengan pertanyaan berikut: semua warna berasal dari cahaya putih. Jadi apakah memercayai cahaya putih menghilangkan kemungkinan adanya warna lain? Tentu tidak. Cahaya putih adalah unit dari sisa warna dalam panjang gelombang. Tidak ada warna dengan sendirinya, meskipun demikian, jika mereka semua tidak ada maka di saat yang sama tidak ada cahaya putih.

Jadi, Tauhid menganut paham Politeisme dan Politeisme sesuai dengan Monoteisme pada dasarnya. Mengetahui bahwa hanya ada satu Tuhan, satu Cahaya Putih, tidak menghilangkan keberadaan semua warna alam semesta.

Para dewa-dewi adalah atribut cahaya yang memberi makna pada keberadaan, yang memungkinkan kita melihat, jatuh cinta, merasakan, menikmati, dsb. Mereka memberi kedalaman, makna, kehidupan, dan pemahaman. Setiap budaya memiliki cara khusus untuk melihat cahaya, memahami kecerahan yang dialami oleh setiap objek.

Setiap keilahian adalah aspek cahaya. Dengan cara yang sama seperti elektron, proton, dan neutron membentuk organisasi dan muatan berbeda yang memunculkan berbagai macam molekul, dan ini menjadi ratusan elemen dan hal yang sama untuk jutaan realitas anorganik dan organik, juga dasar keilahian yang sama dapat menghasilkan jutaan pilihan keilahian.

Tuhan adalah cahaya. Tuhan adalah foton. Itu adalah partikel yang bergerak, yang menghasilkan gerakan, dan yang mendiami setiap keberadaan, setiap benda yang hidup atau tidak bergerak. Frekuensinya yang berbeda, panjang gelombang yang berbeda, memunculkan kemungkinan tak terbatas, dewa dan dewi yang berbeda yang dimanifestasikan dalam setiap realitas.



Referensi:

https://www.britannica.com/topic/yuga
https://examples.yourdictionary.com/historical-eras-list-of-major-time-periods-in-history.html https://www.astrolada.com/articles/astrology-techniques/the-astrological-ages.html
https://www.lionsroar.com/what-are-kalpas/
https://www.newworldencyclopedia.org/entry/Kalpa#:~:text=In%20Buddhism%2C%20there%20are%20four,kalpas%2C%20or%201.28%20trillion%20years.
https://tirto.id/perbedaan-animisme-dan-dinamisme-sejarah-pengertian-contohnya-garT
https://www.thegreatcoursesdaily.com/various-types-religions/
https://theconversation.com/stone-tools-show-humans-in-india-survived-the-cataclysmic-toba-eruption-74-000-years-ago-132101
https://yosoy.red/2021/07/28/divina/

Komentar

Postingan Populer