Geografi Purana dan Kosmologi Veda
Peta Bhumandala Kosmologi Veda |
Di pembahasan Terra Infinita saya mengatakan pentingnya belajar Ajaran Buddha dan Veda terutama yang berkaitan dengan Kosmologi. Ajaran ya Ajaran bukan Agama. Kalau masih banyak yang gagal paham bedanya, nanti kita akan bahas tentang Ajaran vs Agama.
Kenapa kita harus mencari informasi dari Ajaran Veda dan Buddha perihal Kosmologi? Karena itu merupakan upaya untuk mencari kebenaran. Prinsip sejati seorang scientist bukan berpuas diri akan penemuannya melainkan terus mengkonfirmasi apakah ilmu yang selama ini ditemukannya sudah menjawab semua pertanyaan di dalam alam pikirannya? Kalau memang belum, tidak ada salahnya bagi seorang scientist untuk terus mencari tahu.
Termasuk ketika mau tidak mau masuk ke dalam ranah yang terkesan akan menghancurkan keyakinan kita. Makanya di video tersebut saya bilang Ajaran BUKAN Agama. Karena bukan ritualnya yang saya tekankan untuk dipelajari melainkan isi dari ajarannya terutama yang berhubungan dengan kosmologi.
Di pembahasan Terra Infinita, saya memberitahu Kosmologi dari pendekatan Ajaran Buddha, sekarang mari kita lihat dari Ajaran Veda. Tukang Mikir bisa cek Puranic Geography dan juga Vedic Cosmology mengenai informasi ini. Sudah banyak banget kok yang membahas ini. Ingat ya kita hidup di era Internet jadi kalau disuruh cari referensi di internet jangan dikit-dikit dibilang hoax. Karena banyak kok media informasi yang bisa dipertanggung-jawabkan. Tukang mikir aja yang salah lapak kalau dapatnya informasi hoax melulu hahaha.
Seperti halnya di dalam Sutta Buddha, di dalam Puranic Geography milik Veda juga menjelaskan pusat alam semesta adalah Gunung Sineru atau Gunung Meru. Bulan dan Matahari berputar di garis edarnya. Mirip sekali dengan deskripsi Yin dan Yang. Karena pada dasarnya semua hal di dunia materi berdasarkan pada energi positif dan energi negatif. Bukan artinya positif ini baik dan negatif itu jahat. Baik dan Jahat adalah persepsi manusia, sedangkan menurut Alam Semesta tidak pernah bicara Baik dan Jahat melainkan Positif dan Negatif yang saling berhubungan kuat untuk mewujudkan materi.
Sifat Dualitas di dalam dunia materi adalah penyebab eksistensi semua hal di Alam Semesta. Contoh lainnya adalah manusia atau makhluk lainnya yang muncul karena proses melahirkan dan bertelur dipastikan karena adanya gabungan dua energi Feminin dan Maskulin. Karena semua sifat dualitas inilah maka Bulan dan Matahari merupakan benda langit penyeimbang dari Bhumi atau Tanah itu sendiri. Jadi di era dimana sains dan spiritual tidak dipisahkan pastinya sepakat kalau Bulan dan Matahari yang berputar mengelilingi Bhumi.
Sedangkan bentuk Bhumi tidak ada yang begitu peduli karena akar kata Bhumi sendiri yang berarti Tanah, maka artinya Bhumi adalah keseluruhan tempat makhluk-makhluk berpijak. Bisa berbentuk bulat kalau kita melakukan perhitungan geometri, bisa jadi datar kalau kita menghitung pergerakan astronomi.
Sains Modern mengenalkan kita pada konsep Winter Solstice dan Summer Solstice sedangkan dalam Kosmologi Veda ada istilah Uttarayana dan Dakshinayana. Artinya apa? Matahari bergerak secara miring keatas selama setengah tahun dan kemudian kebawah selama setengah tahun berikutnya. Gerakan ini menghasilkan dua efek Bumi yaitu perubahan musim, dan durasi siang dan malam yang bervariasi.
Matahari memiliki dua poros yaitu Poros Horizontal di Garis Edar Matahari yang terhubung ke Pusat Alam Semesta atau Gunung Meru dan Poros Diagonal yang terhubung ke Bintang Kutub. Lalu pada setiap jalur, matahari secara bertahap bergerak ke samping masuk dan keluar masing-masing selama 6 bulan. Karena pergerakan lateral inilah terjadi perubahan musim dan titik balik Matahari.
Sayangnya akibat keterbatasan jarak pandang mata fisik kita dan kemunduran teknologi pada Sains Modern, kita tidak mampu menerjemahkan ini semua. Manusia memiliki penglihatan Binokular Horizontal maksimum 200 derajat dengan dua mata. Kita mungkin bisa melihat jauh sampai ratusan mil pesawat yang ada di atas kita tetapi jarak lebih dari 200 meter, objek yang kita lihatpun biasanya tampak kabur. Belum lagi karena faktor polusi, mata minus, gedung tinggi dan berbagai objek lainnya yang menganggu mata kita menggunakan fungsinya melihat titik terjauh.
Lain halnya jika kita sudah mengaktifkan potensi terdalam dari Mata Dewa atau istilahnya Dibbacakkhu yang fungsinya jauh lebih dahsyat ketimbang informasi mengenai Cakra Ajna. Disebut Mata Dewa karena kemampuannya dalam melihat Alam Semesta dan kehidupan makhluk-makhluk.
Matsya Purana salah satu text kuno Veda menyebut bahwa Planet dan Bintang semuanya melekat pada bintang kutub melalui semacam tali tak terlihat yang disebut Pravaha. Revolusi Bintang Kutub menyebabkan gerak orbit planet dan bintang lain. Ini yang menyebabkan pergerakan rasi bintang. Semua ini bisa kalian pelajari dalam ilmu Astronomi dan Astrologi Veda yang bernama Vedanga Jyotishya. Lho bukannya Astronomi dan Astrologi itu beda? Astronomi itu ilmiah sedangkan Astrologi itu cuma belajar zodiak? Nah itulah akibat dari pemisahan Sains dan Spiritual. Astronomi adalah ilmu yang mempelajari perbintangan sedangkan Astrologi adalah ilmu tentang perbintangan terhadap psikologis manusia. Jadi kedua ilmu ini sebenarnya tidak terpisahkan.
-Pikiranologi-
Komentar